Mobil bekas Rumah dijual

Ibu oh ibu


Ibu, Cinta Yang Tak Terkira

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah …

Anda pasti tahu kelanjutan syair lagu diatas, atau setidaknya pernah mendengar lagu tersebut. Iwan Fals dengan begitu puitis namun gamblang menggambarkan beratnya kehidupan yang harus dijalani seorang ibu demi mendidik dan membesarkan buah hatinya, Kita!

Mari hadirkan kembali wajah sang ibu dalam bayangan kita, dengan seizin Allah genangan air mata akan membanjiri kelopak mata yang mungkin sudah sekian lama kita biarkan tak menyapanya. Kerut di pipinya mengisyaratkan kelelahan yang sangat, tenaga yang mulai habis dimakan waktu seolah tak lagi sanggup sekedar mengangkat tubuh rapuhnya. Di bola matanya, nampak jelas guratan berat kehidupan yang telah dilaluinya. Semua itu, dilakukannya hanya untuk kita, yang dicintainya.

Cinta anak sepanjang gala, cinta ibu sepanjang masa. Pepatah yang biasa kita dengar untuk melukiskan betapa kita, anak-anak ibu, tidak akan pernah sanggup membayar (berapapun dan dengan apapun) cinta yang pernah diberikannya. Huwaish al Qorni, sahabat Rasulullah, rasa ingin membalas cinta sang ibu membuatnya rela ingin menggendong ibunya pulang pergi ibadah haji. Bahkan sahabat lain, dilarang pergi berperang bersama Rasul, lantaran tidak ada yang mengurus ibunya yang sudah renta. “rawat dan layani ibumu,” perintah Rasul kepada pemuda itu.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun… (QS. Lukman:14). Bahkan dalam ayat lain, begitu tegas Allah menekankan dan mengingatkan kesusahan ibu saat mengandung serta memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada ibu (QS.Al-Ahqaf:15).

Ketika Nabi SAW ditanya tentang siapa yang paling patut dihormati dan diperlakukan sebaik-baiknya, Nabi menjawab: “Ibumu”. Dan hal itu diulangnya sampai tiga kali, sebelum ia menyebut “bapakmu”. Dalam hadits lain yang masyhur, Nabi SAW berkata bahwa surga terletak dibawah telapak kaki kaum ibu.

Dalam perjalanan bersama ibu, perlakuan kasar kerap kita layangkan kepadanya. “Uf”, “ah,” “cis” menjadi kosa kata yang biasa terlontar dari mulut kotor ini. Tak pernah kita menghargai keringatnya kala menyiapkan sarapan dan makan malam. Andai kita tahu, air matanya tak pernah kering di pertengahan malam, kala ia mengadu kepada Allah perihal anak-anaknya. Bibirnya tak pernah berhenti berdo’a agar kita menjadi anak yang bisa dibanggakan. Tak peduli darah menjadi penghias kakinya demi menghantarkan sang buah hati menggapai cita.

Sekarang, imbalan apa yang diterima ibu dari anak-anak yang mungkin kinipun sudah beranak. Tidak jarang kesibukan kerja dan keluarga membuat kita melupakannya. Bahkan mungkin rasa cinta kepada istri dan anak-anak mengikis habis cinta kepada ibu (tentu cinta kepada Allah dan Rasulullah diatas segalanya). Tak sedikit waktu kita luangkan sekedar untuk tahu keadaannya, meski handphone tak pernah lepas dari tangan.

Sekarang, Kita semakin sombong, seolah tak membutuhkannya. Terlebih saat senang dan berkecukupan. Tak sadar kita, ia begitu ikhlas atas air susu dan keringatnya.

Begitu banyak masalah kehidupan kita hadapi. Terkadang kita mengeluh, putus asa, tidak tahan dengan berbagai cobaan yang menerpa. Tak sadar, semua yang kita alami saat ini sesungguhnya pernah dilalui ibu, dan berhasil!

Kita terlalu lemah, cengeng dan selalu merasa kalah dalam mengarungi bahtera hidup. Padahal sering kita memandang sebelah mata ‘kekuatan’ ibu yang sudah renta. Tak sadar kita, garis wajahnya jelas-jelas memancarkan kekuatan teramat dahsyat.

Ia hanya ingin melihat anak-anaknya bahagia, meski ia tidak sebahagia yang kita bayangkan. Tak sadar, sesungguhnya kita butuh kembali kepadanya, memandangi keteduhan wajahnya, membelai tangan keriputnya, menciumi kakinya dan meminta do’anya.

Ingin ku dekap dan menangis dipangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu do’a-do’a baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas, Ibu …


Perasaan Khawatir

Khawatir.
(By: Tanadi Santoso)

Setiap orang pasti pernah merasa khawatir, khawatir yang dibawa terus dalam saat-saat yang kurang tepat.
Ada sebuah tulisan menarik yang perlu dicermati. "Worry is like a rocking chair. It gives you something to do but doesn't get you anywhere".
============

Kekhawatiran itu seperti kita duduk pada kursi goyang. Kita akan goyang-goyang sambil melakukan sesuatu, tetapi kita tidak akan ke mana-mana. Artinya, kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Kekawatiran itu selalu menjadi hal yang paling umum dan paling mendasar pada semua businessman. Kita selalu terpacu pada kekawatiran pada hari esok. Bagaimana kalau bisnis kita tidak jalan, bagaimana kalau bos akan marah dan berbagai kekhawatiran lainnya.

Yang paling penting sebenarnya adalah, kita bisa menyadari bahwa kekhawatiran itu tidak akan membawa hasil apa-apa. Anda khawatir selama lima tahun pun hasilnya tidak akan ada sama sekali. Kekhawatiran akan membawa kita menjadi paralyze, kaku, tidak bisa berkata apa-apa, bingung dan tidak bisa melakukan tindakan apapun.

Itu adalah musuh utama dalam berbisnis atau melakukan tindakan. Kalau kita bisa memberhentikan kekhawatiran dan melupakan kekhawatiran itu di dalam otak kita, maka kita akan jauh lebih sempurna. Jauh lebih mampu menghasilkan yang lebih baik.

Kita tidak bisa sekedar khawatir saja tanpa bisa melakukan apa-apa. Karena hal itu akan berbahaya pada bisnis kita. Kita harus realistis menyadari akan risiko dari tindakan kita. Tetapi yang paling penting adalah kita berhenti untuk khawatir, atau mengurangi kekhawatiran dan kita melakukan tindakan-tindakan positif. Kalau kita tidak melakukan tindakan positif, kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Kalau kita melakukan tindakan positif, mungkin saja worry atau kekhawatiran Anda akan hilang. Tetapi setidak-tidaknya chance atau kesempatan untuk Anda sukses jauh lebih besar bila dibandingkan hanya khawatir saja dan tidak melakukan tindakan apapun.

Kekhawatiran ini sering membunuh kita, kreativitas kita, tindakan-tindakan kita dan membuat kita menjadi seorang yang apatis. Ini yang berbahaya dalam bisnis.

Kalau bisa kita mengurangi kekhawatiran kita dan mencoba untuk melakukan tindakan yang positif, maka setiap hari, setiap saat, setiap tindakan kita akan lebih tenang. Satu hal yang penting adalah mencoba berpikir, apa sih yang terbaik yang bisa dilakukan saat ini?

Dari pada Anda khawatir seperti duduk pada rocking chair dan terus menggoyang-goyangkan kursi tanpa tahu tujuannya mau kemana.

Alangkah baiknya bila kita salurkan kemampuan dan tindakan kita pada hal-hal yang jauh lebih posistif.